Ringkasan
Novel "Layar Terkembang"
Judul Novel : Layar Terkembang
Pengarang : St. Takdir Alisjahbana
Halaman :
166
Penerbit : Balai Pustaka
Terbit : Cetakan kedua puluh delapan Tahun 2000
Tokoh : - Tuti :
Seorang wanita yang memiliki wawasan dan pemikiran modern, ia mencoba menyamakan hak kaum wanita
dengan kaum pria
- Maria : Adik Tuti yang sangat
periang
- Yusuf : Seorang pemuda terpelajar yang modern, ia adalah
mahasiswa kedokteran sifatnya baik
hati dan berbudi luhur
- Supomo : Seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan
berbudi luhur
Jalan Cerita :
Tuti adalah putri sulung Raden
Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif
dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan
cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang
lincah dan periang. Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang
asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan
itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa
Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di
Martapura, Sumatra Selatan. Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab
dengan diantarnya Tuti dan Maria pulang. Bagi yusuf, pertemana itu ternyata
berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat kepada kedua gadis itu, terutama
Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya
wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum
itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke
sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan
Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati menemani keduanya
berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal. Sejak
itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu
Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi
hubungan persahabatan biasa. Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai
kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat
berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang
memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke
rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa
liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat
menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula
kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya,
surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama
Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu,
Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke
Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan
Martapura. Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti.
Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di
sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya
kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh
dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan
waktunya dengan membaca buku. Begitupun demikian pikiran Tuti tidak urung
diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada
teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada
Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam
malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang
ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal keinginannya untuk
menjalin cinta dengannya. Sungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan
cinta kasih seseorang, Supomo dipandangnya bukan sebagai lelaki idamannya. Maka
segera ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin
bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata
menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya
menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya Jawa
Barat.Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun
keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai
merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah
menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti
dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti
mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang
melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing
masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan
tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota
atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia
lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat
dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan
Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria
sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah
tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan
kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah
tangga, Maria menghembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya
di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan
berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah
permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau
kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan
terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti
akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena
cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.
RINGKASAN
UMUM NOVEL
Raden Wiraadmadja memiliki dua orang anak gadis yang
sifatnya sangat berbeda, yaitu Tuti dan Maria. Anak pertamanya, Tuti, adalah
seorang gadis yang pembawaannya selalu serius sehingga gadis itu cenderung
pendiam. Namun, ia sangat berpendirian teguh dan aktif dalam berbagai
organisasi wanita. Ia bahkan aktif dalam memberikan orasi-orasi tentang
persamaan hak kaum wanita. Pada saat itu, semangat kaum wanita sedang bergelora
sehingga mereka mulai menuntut persamaan hak dengan kaum pria. Anak keduanya
adalah Maria. Ia memiliki sifat yang lincah, sangat periang, dan bicaranya
ceplas-ceplos. Itulah sebabnya, semua orang yang berada di dekatnya pasti akan
menyenangi kehadirannya.
Pada suatu sore, kedua kakak beradik itu berjalan-jalan ke
sebuah pasar ikan. Ketika mereka sedang melihat ikan-ikan dalam akuarium,
mereka berkenalan dengan seorang pemuda tampan yang bernama Yusuf. Ia adalah
seorang mahasiswa kedokteran. Ketika pulang, Yusuf mengantarkan kedua gadis itu
sampai ke rumah mereka. Sejak pertemuan pertama, Yusuf selalu membayangkan
wajah Maria. Senyum dan tingkah Maria yang periang membuat pemuda itu merasa
senang berada di sampingnya.
Takdir kembali mempertemukan Yusuf dengan Maria dan kakaknya
di depan hotel Des Indes. Dengan senang hati, Yusuf mengantar kedua kakak
beradik itu berjalan-jalan. Setelah pertemuan tersebut, Yusuf jadi sering
berkunjung ke rumah mereka. Beberapa waktu kemudian Yusuf dan Maria sepakat
menjalin hubungan cinta kasih.
Sementara itu, Tuti yang melihat hubungan cinta kasih
adiknya, sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang kekasih. Apalagi
setelah ia menerima surat cinta dari Supomo. Namun karena pemuda itu bukanlah
idamannya, ia tolak. Sejak itu, hari-harinya disibukkan dengan kegiatan
organisasi dan melakukan kegemarannya membaca buku sehingga sedikit melupakan
angan-angannya tentang seorang kekasih.
Pada suatu hari keluarga
Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosis dokter yang menyatakan bahwa
Maria mengidap penyakit TBC. Semakin hari kesehatan gadis itu semakin melemah
sekalipun ia telah menjalani perawatan intensif. Maria yang periang dan lincah
seperti kehilangan semangat hidupnya. Hal ini membuat Yusuf merasa sedih.
Pemuda itu mendampingi kekasih hatinya dengan setia. Namun penyakit TBC yang
diderita Maria semakin hari semakin parah sehingga tak lama kemudian Maria pun
meninggal dunia. Sebelum ia menghembuskan napasnya yang terakhir, ia meminta
Yusuf untuk menerima kakaknya sebagai penggantinya. Setelah Maria meninggal
dunia, Tuti dan Yusuf menjalin hubungan kasih. Mereka pun sepakat untuk
menikah.
Ringkasan Novel Layar Terkembang
— awan sundiawan
![http://awan965.files.wordpress.com/2012/10/layar-terkembang.jpg?w=213&h=300](file:///C:\DOCUME~1\Primanet\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Sebagian besar
kritikus sastra, antara lain, Aji Rosidi, Zuber Usman, Amal Hamzah, H.B. Jassin
, maupun Teuw, menyebutkan novel Layar Terkembang sebagai novel bertendesi. Di
antaranya juga ada yang berpendapat bahwa sifat dan pemikiran tokoh Tuti lebih
menyerupai sebagai sifat dan pemikiran S. Takdir Alisjahbana, khususnya dalam
usaha mengangkat harkat kaum wanita (Indonesia). Tokoh Tuti yang digambarkan
sebagai wanita modern yang aktif dalam berbagai kegiatan organisasi,
memang tidak sedikit melontarkan gagasan progresif. Ia juga selalu merasa
terpanggil untuk ikut terjun memajukan bangsanya sendiri, khususnya kaum
wanita. “Karya penting ketiga diantara roman-roman sebelum perang menurut
anggapan umum, ialah Layar Terkembang ….’’ Demikian Tulis Teeuw (Sastra Baru
Indonesia 1, 1980).
Bagi yang memerlukan
ringkasan novelnya dapat di baca di bawah ini.
Tuti adalah putri
sulung Raden Wiriaatmadja. Ia di kenal sebagai seorang gadis yang berpendirian
teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang
selalu serius dan cenderung pendiam, sangat berbeda dengan adiknya, Maria. Ia
seorang gadis yang lincah dan periang. Suatu hari, keduanya pergi ke pasar
ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang
pemuda. Pertemuan itu berlajut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf,
seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang
Munaf, tinggal di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang
tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan di antaranya Tuti dan Maria pulang.
Bagi Yusuf, pertemuan itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu terigat
kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah
perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya, wajah Maria yang cerah dan
berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat
hidup yang dinamis. Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka
ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan hotel Den Ides. Yusuf pun
kemudian dengan senang hati, menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat
mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan
antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu, Tuti dan ayahnya
melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan
biasa. Tuti sendiri disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres yang
berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi
wanita; suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan
kaumnya.
Pada masa liburan,
Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesunguhnya, ia bermaksud
menghabiskan masa liburannya bersama keindahan alam tanah leluhurnya. Namun,
ternyata, ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan
demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu
rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal
perjalanan bersama Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung.
Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian
menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda iu pun
segera meninggalkan Martapura. Kedatangan Yusuf tentu saja di sambut hangat
oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun lalu melepas rindu masing-masing
dengan berjalan-jalan di sekitar air terun di Dago. Dalam kesempatan itulah,
Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari
Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak
menghabiskan waktu nya dengan membaca buku. Sungguhpun demkian, pikiran Tuti
tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat
pula ia pada teman sejawatnya, Supom. Lelaki itu pernah mengirimkan surat
cintanya kepada Tuti.
Ketika Mari mendadak
terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik
Supomo yang ternyata di suruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal
keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sungguhpun gadis itu sebenarnya
sedang merindukan cinta kasih seseorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan
lelaki idamannya. Maka, segera ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu,
keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatya di
rumah sakit. Ternyata, menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakilt TBC.
Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria di bawa ke rumah sakit TBC
di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat. Perawatan terhadap Maria sudah berjalan
sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih
dari pada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah.
Tampahnya, ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu
kesempatan, di saat Tuti dan Yusuf di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, di
situlah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan.
Kehidupan suami-istri yang melewati hari-hari nya dengan bercocok tanam itu,
ternyata juga telah mampu membimbing masyarakat sekitrnya menjadi sadar
akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam
pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupn mulia mengabdi kepada masyarakat,
tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiaan organisasi, sebagaimana
yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarkat mana pun,
pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan
keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi
kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun
rupanya sudah tak dapat bebuat lebih banyak lagi . kemudian, setelah Maria
sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin
hubungan rumah tangga, Maria menghembuskan nafasnya yang terakhir. ‘’Alangkah
bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tau , kakandak berdua hidup rukun
dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini…..
Inilah permintan saya yang penghabisan , dan saya, saya tidak rela
selama-lamanya, kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang
lain’’ (hlm. 209). Demikianlah pesan terakhir almarhum, Maria. Lalu, sesuai
dengan pesan tersebut, Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain,
kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh
bersemi.
REBA MANGGARAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar