Rabu, Oktober 30, 2013

catatan pagi ini

 Menanti terdiam dlam bisux waktu,,
Terlelap dalam buihan mimpi, menjajak masa depan berawal dari mimpi.
embun menetes menghapus daHaga,
Secercah sinar menyusp dinding berlobang,,
Memberi tanda untukku,,,

Mat pagi


REBA MANGGARAI

MAKALAH SASTRWAN DAN PEMBACA



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………………………
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………………………………………………………………..
1.3. Metode dan Teknis Penggunaan Data………………………………………………………………………………
1.4 Sistematika Penulisan………………………………………………………………………………………………………….
1.5 Tujuan umum………………………………………………………………………………………………………………………..
BAB II  KAJIAN TEORI SASTRAWAN DAN PEMBACA
2.1 Pembaca karya sastra……………………………………………………………………………………………………………
   2.1.1 Pandangan ahli dan pendekatan……………………………………………………………………………………..
2.2 Hubungan sastrawan dan pembaca……………………………………………………………………………………….
2.3. Pandangan pahli terhadap pembaca …………………………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP                     
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………
3.2 Saran……………………………………………………………………………………………………………………………………  
DAFTAR PUSTAKA

  

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “SASTRAWAN DAN PEMBACA”.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
·         Pengajar teori sastra DR. H. SITI SUMARSILAH. M.Pd
·         Teman- teman kelompok yang membantu penyusunan makalah ini
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Malang, oktober 2013
Kelompok 5 teori sastra



 BAB I
PENDAHULUAN
Karya satra tidak mempunyai keberadaan nyata sampai karya sastra itu di baca . pembacalah menerapkan kode yang di tulis sastrawan untuk menyampaikan pesan ( Selden, 1985)
1.1.    Latar Belakang Masalah
Pada tahun 1980-an teori-teori sastra yang baru untuk Indonesia mulai bermasukan. Teori- teori sastra tersebut berasal dari Barat (terutama eropa dan Amerika serikat ). Dengan masuknya teori – teori sastra yang baru tersebut, para ahli sastra mulai moncoba menerapkannya dalam penelitian sastra, terutama para ahli sastra akademis. Diantara teori sastra dan kritik sastra tersebut adalah strukturalisme, sosiologi sastra, semiotika, estetika resepsi, dekonstruksi, dan kritik feminis. Ternyata, teori-teori sastra dan kritik-kritik sastra itu tidak mudah diterapkan dalam penelitian sastra. Tidak mudahnya di sebabkan oleh teori dan metode yang rumit yang tidak hanya berupa teori dan metode yang tunggal dalam salah satu teori, misalnya, pendekatan pragmatik sebagaimana kita mengenal resepsi sastra.
Kehadiran pembaca sangatlah berharga dihadapan sastrawan. Tanpa anda, yang membaca karya sastra,satrawan bukanlah siapa- siapa. Ya, bila tidak ada pembacanya, kita juga tidak mengenal karya satra. Itulah sebabnya, kedudukan pembaca sangatlah penting. Pernahkah anda membaca karya sastra seperti cerpen, puisi, novel, dan drama? Pada saat membaca karya sastra apakah anda membayangkan satrawannya? Sebagai pembacakarya sastra apakah anda bertanya kepada satrawan bila anda kesulitan memahami karya sastranya? Bagaimanakah jika karya sastra sastrawan tidak ada yang membacanya?
Hal itulah yang mendorong kami untuk mengkaji lebih dalam tentang tentang hubungan satrawan dan pembaca serta kelebihan-kelebihan yang akan memperkuat integritas para pendidik akan pentingnya kehadiran sastrawan karena tanpa pembaca berarti tidak ada yang menilai eksistensi dari sastra itu sendiri. Oleh karena itu dengan latar belakang masalah di atas,maka penulis mencoba menyusun makalah yang berjudul “ SASTRAWAN DAN PEMBACA”
1.2. Rumusan Masalah
Berbagai uraian latar belakang diatas, selanjutnya kami menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1). Bagaimanakah hubungan antara pembaca dan sastrawan cara untuk membedakan antara teori sastra yang satu, dengan teori sastra yang lainnya?
2). Hal – hal apa sajakah yang diulas oleh para ahli berkaitan dengan hubungan timbal balik sastrawan dan pembaca itu sendiri?
1.3. Metode dan Teknis Penggunaan Data
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif dan pengumpulan data-data dari berbagai sumber baik itu sumber tertulis
1.4. Sistematika Penulisan
Pada bab I disajikan pendahuluan sebagai gambaran umum dari makalah yang kami sajikan yang meliputi:
-    Latar belakang masalah
-    Rumusan Masalah
-    Metode dan teknik pengumpulan data 
-    Sistematika Penulisan
-    tujuan
Selanjutnya pada bab II bagian dari makalah ini yaitu mengenai Kajian Pustaka sastrawan dan pembaca yang dibahas, yang meliputi :
-    pembaca karya sastra
-    hubungan sastrawan dengan pembaca
-    pandangan para ahli terhadap pembaca sastra
-    Unsur – unsur yang terkandung di dalamnya
Adapun pada bab IV merupakan penutup dari makalah ini yang menyangkut dengan  kesimpulan dan saran dari penyusun.
1.5 Tujuan umum
Tujuan disusunnya karya ilmiah ini yaitu untuk memberikan pemahaman secara mendalam tentang hakikat pembaca karya sastra serta hubungannya dengan karya sastra itu sendiri maupun ilmu sosiologi sastra.



    
                                                                            BAB II
KAJIAN TEORI
SASTRAWAN DAN PEMBACA

2.1 Pembaca Karya Sastra
2.1.1 Pandangan para ahli dan kajian pendekatannya
v  Menurut sapardi djoko darmono

Dalam seminar (Hiski di Malang, 26- 28 November 1990), Sapardi Djoko Darmono pernah ditanya oleh salah seorang peserta seminar tentang pengertian karya sastra. Menurut Sapardi, karya sastra adalah karya yang maksudkan oleh pengarangnya sebagai karya sastra, berwujud karya sastra, dan diterima oleh masyarakat sebaagai karya sastra. Dengan penjelasan ini diketahui bahwa peran pembaca sangat urgent dalam menentukan sebuah  karya itu  merupakan karya sastra atau bukan. Sadar atau tidak akhirnya karya sastra itu akan sampai juga kepada pembaca, ditunjukan kepada pembaca sebagai keutuhan komunikasi  sastrawan- karya sastra- pembaca, pada hakikatnya karya yang tidak disampaikan kepada pembaca, bukanlah karya sastra ( Siswanto dan Roekhan, 1991/1992: 30) karya sastra tidak mempunyai keadaan nyata sampai karya sastra itu dibaca. Pembacalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan untuk menyampaikan pesan (Selden, 1985: 106- 107)
v  Menurut Horatius dalam ars poetica ( 14 SM)
Horatius  menyatakan  bahwa tujuan penyair adalah berguna atau member nikmat, ataupun sekaligus menyatakan hal- hal yang enak dan berfaedah menyatakan untuk kehidupan. Horatius menggabungkan kata utile dan dulce, yang bermanfaat dan yang 
enak, secara bersama sama. Dari pendapat inilah awal dari pendekatan paragmatik. Pendekatan pragmatik adalah bidang kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca.
            Dengan pendekatan pragmatik inilah kita mengenal resepsi sastra. Resepsi sastra adalah kajian yang mempelajari bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya 
sastra yang dibacanya sehinggah dapat memberikan reaksi dan tanggapan terhadapnya, baik aktif maupun pasif. Pentingnya peranan pembaca dalam memberikan arti terhadap karya sastra dapat dilihat pada kenyataan bahwa karya yang sama akan dimaknai secara berbeda oleh para pembaca berbeda ( Junus, 1985 ) sebagai contoh masing-masing  siswa yang di kelas memberikan presepsi yang berbeda dari sebuah karya sastra setelah mereka membaca karya sastra tersebut.
Dalam kritik sastra, Darmono (1983) menyatakan, “dua orang kritikkus tidak mungkin kritik- kritik yang persis sama meskipun mereka telah bertemu dengan sajak yang sama.”

2.2.  Hubungan Sastrawan dengan Pembaca
Hubungan antara pembaca dengan sastrawan sangatlah khas. Kekhasan ini secara selintas dapat ditinjau dari sifat komunikasi dan pelaku komunikasi, yakni sastrawan, bahasa yang digunakan, dan pembaca sastra.
v       Pertama, hubungan pembaca dengan sastrawan dari sifat komunikasinya. Hubungan pembaca dan sastrawan adalah hubungan timbal balik. Pada awal komunikasi sastrawan berkomunikasi dengan pembacanya berangkat dari peranggapan yang sama. Sastrawan dan pembaca harus sadar bahwa mereka berkomunikasi melalui karya sastra, karya sastra yang berisikan fiksi dan kenyataan. Dalam dunia sastra, peranggapan ini dinamakan  konvensi sastra. Konvensi sastra bersifat ketat dan juga bersifat longgar ( Teew, 1984: 366) konvensi ini bisa meliputi bahasa karya sastra, isi karya sastra, genre karya sastra, struktur karya sastra; bisa juga aspek sosio- budaya karya sastra. Sastrawan dan pembaca harus menyadari bahwa karya sastra yang dihasilkan seperti puisi, cerpen, drama sangatlah berbeda dengan bahasa praktis yang digunakan dalam kehidupan sehari- harimeskipun kata- kata atau kalimat yang digunakan sama. Bahasa yang ada dalam karya sastra sudah mengalami perubahan, pengurangan makna, penambahan, dan penggalian.
            Kaum formalis berpendapat bahwa kesusastraan sebagai satu pemakaian bahasa yang khas yang mencapai perwujudannya lewat deviasi ( penyimpangan ) dan distorsi (pemutarbalikan ) dari bahasa praktis. Bahasa praktis digunakan untuk tindak komunikasi dan bahasa sastra tidak mempunyai fungsi praktis. Kaum formalis juga menngunakan konsep defamiliarisasi ( dikenal menjadi tidak dikenal) dan deotomonisasi  ( buat yang biasa menjadi luar biasa ) ( Selden, 1985: 8-11)
Seperti dalam puisi Dimas Arika Mihardja berikut ini:
       PADA TIRAI YANG MELAMBAI
pada tirai yang melambai
terasa ada badai. lalu mayatmayat terkulai
pucat pasi. tiada suara
tawa atau canda. disini semua fana semata
hanya seremoni belaka: doadoa sederhana
mengangkasa

pada tirai yang melambai
ada yang tergadai, seperti pantai landai
tempat riak dan ombak berontak
atau saling bantai, tak hentihenti mencumbui
karang,teripang, juga segala bayang

pada tirai yang melambai
kuuntai tragedi-demi-tragedi
yang tak kunjung usai

Dari puisi di atas kita bisa mengetahui bahwa bahasa yang digunakan tidak bisa dipakai dalam kehidupan sehari- hari. Puisi di atas hanya bisa dimaklumi oleh pembaca sebagai perasa akan kekuatan bahasa yang dipakai.
Sastrawan yang mengetahui konvensi yang sudah ada dalam benak pembaca bisa mengambil sikap mengikuti konvensi dan manfaat konvensi itu. Sastrawan mengambil sikap mengikuti konvensi bisa berangakat dari peranggapan yang sama dengan pembaca dan tetap setia menghasilkan karya sastra yang sesuai dengan peranggapan tersebut. Ia akan menyampaikan informasi yang given, yaitu informasi yang dimiliki pembaca tentang sastra.
Pada intinya sastrawan harus mengetahui selera dari setiap kalangan manusia baik menurut usia, kedudukan, maupun status sosial dari pembaca itu sendiri.
Tidak semua pembaca menyukai sastrawan yang selalu mengikuti selera pembaca. Ada pembaca justru dikejutkan oleh sastrawan. pembaca yang suka cerita detektif akan kecewa bila pada awal-awal membaca ia sudah dapat menebak dengan jelas bagaimana akhir  dari cerita itu. Dalam cerita detektif, pembaca justru ingin ditipu oleh kelihaian sastrawan.
            Ada sastrawan yang mengambil sikapkedua, ia memanfaatkan konvensi yang sudah ada dalam pembaca untuk dipermainkanya. Sastrawan, bahkan bisa menentang konvensi dan bisa menyodorkan sesuatu yang baru. Sesuatu yanga lain apa yang telah dikenal oleh pembaca. Sastrawan menyampaikan informasi new. Informasi baru yang belum dimiliki oleh pembaca.sebagi contoh cerita tentang Nyi Roro Kidul dimitos oleh masyarakat sebagai penguasa Pantai Selatan. Ia dilukiskan sebagai wanita cantik dari golongan maklud halus yang cantik. Dalam sebuah cerpen yang menceritakan adegan dalam sebuah film tentang Nyi Roro Kidul. Penulisan cerpen ini ingin pemahaman tentang cerita Nyi Roro Kidul. Dalam film ini diceritakan bahwa salah satu kru film didatangi seorang wanita cantik  dan berpenampilan modis yang ternyata Nyi Roro Kidul. Putu Wijaya sebagai penulis cerpen ini dikenal sebagai sastrawan teror mental atau pengedor sukma pembaca. Penulis disini memberikan kejutan kepada pembacanya, baik melalui tokoh- tokoh pesan, cara pandang terhadap suatu masalah, serta alur cerita. Munculnya karya- karya yang mendapat penghargaan dalam lomba dan karya- karya monumental, antara lain disebabkan oleh karya-karya berbeda dari sebelumnya.
v                Kedua, kekhasan komunikasi antar sastrawan dan pembacanya bisa dilihat dalam diri pembaca itu sendiri. Pada saat membaca karya sastra, pembaca tidak dapat berkomuniksi langsung dengan sastrawan. Ia hanya bisa menghadapi teks yang dibaca. Pembaca sastra adalah pemilih, penerima, penafsir, pemberi, dan penyusun makna karya sastra sehingga menghasilakn nilai- nilai tertentu (aminuddin, 1987, 94 ) Dalam karya sastra serius, komunikasi pembaca kepada sastrawan dapat berupa ulasan atau tulisan kritik, sedangkan untuk sastra pop, komunikasi antara sastrawan dengan pembaca nyaris tidak ada ( zoest, 1990: 54- 55 ) Dalam dunia sastra sadar atau tidak, sengaja atau tidak, karya sastra harus sampai kepada pembaca dan tunjukkan kepada pembaca. Oleh karena itu sadar atau tidak pembaca dapat menerima karya sastra dari sastrawan. Penerimaan itu bisa berupa mengerti, mencemooh, menolak, membaca, atau melaksanakan apa yang ada dalam karya sastra itu. 
A.    Bentuk- bentuk penerimaan karya sastra menurut tingkatannya.
·         Pembaca awam akan menerima karya sastra karena keawamannya. Setelah membaca roman siti nurbaya, seorang ibu rumah tangga yang awam dalam dunia sastrapernah bertanya, apakah kuburan siti nurbayasampai sekarang masih ada? Mungkin dalam benak pembaca awam, cerita yang ada di roman siti nurbaya benar- benar terjadi. Disini pembaca awam menerima karya sastra berdasarkan skematanya, tanpaharus dilandasi teori- teori sastra.
·         Pembaca yang sastrawan memerima karya sastra deengan schemata kesstrawannya. Mereka menerima karya sastra berdasarkan pengalaman mereka dalam proses berkreatif. Mereka cenderung menulis karya sastra yang baru setelah mereka membaca karya sastra sebelumnya. Contoh karya sastra yang berdasarkan pengalaman yang didapat dari membaca karya orang lain ataupun mungkin dari karyanya sendiri. Seperti cerpen Anton Chekov berjudul “The Darling” menjadi salah satu pemicu lahirnya novel olenka karya Budi Darma. Sajak Coleridge “Kubla Khan” masuk dalam cerpennya “Kritikus Adinan”.
·         Pembaca kritikus membaca karya sastra lebih banyak didasarkan pada nilai baik-buruk atau berhasil – gagalnya sebuah karya sastra.
·         Pembaca dari kaum akademis menerima karya sastra dengan skemata teori sastra yang telah mereka terima.

B.     Kesenjangan dan perbedaan antara makna yang dimaksudkan sastrawan dengan makna yang diterima oleh pembaca disebabkan sebagai berikut:
·         Sesuatu yang yang dimaksud oleh sastrawan barangkali tidak sama atau hanya sebagaian saja yang mirip dengan yang dipahami pembaca. Perbedaan dan persamaan mereka tentang sesuatu dipengaruhi oleh perbedaan dan persamaan  mereka tentang dunia ( kartomihardjo, 1992: 13 )
·         Kesenjangan antara pembaca dan sastrawan dipengaruhi oleh perbedaan kepribadian dan perbedaan latar belakang: kebahasaan, kesastraan, sosiologis, dan psikologis yang dimiliki oleh sastrawan dan pembaca. Sebagai solusi dalam hal ini adalah pembaca harus mengetahui dan memahami sistem sosial budaya, sistem bahasa, sistem sastra, terutama yang berkaitan dengan karya sastra.

v            Ketiga, kekhasan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya bisa dilihat dari pesannya, yaitu karya sastra itu sendiri. Setelah pembaca membaca karya sastra, sebenarnya akan muncul karya sastra lain. Karya sastralain itu adalah karya sastra yang ada dalam pikiran pmbaca sesuai dengan penafsiran dan sistem yang ada di dalam pikirannya. contohnya dalam puisi Wahyudi S. di bawah ini!

SAJAK KULI BANGUNAN

Diayaknya pasir denagan harapan yang keluar adalah nasi
Tapi yang jatuh ke tanah adalah luka
Dicobanya menata batu bata untuk menyusun istana
Ternyata justru mengurung hidupnya

Pasir, istana, luka, dan nasi yang dimaksudkan satrawan berbeda dengan yang di perkirakan pembaca. Dari proses ini wajar para ahli mengatakan bahwa karya sastra bersifat polisemantis dan multitafsir. Umar Junus mengatakan bahwa karya sastra bersifat polisemantis (banyak makna) saat dalam proses penafsiran dan monosemantis (satu makna) setelah berada dibenak pembacanya. Makna yang di benak pembaca itulah yang dimaksud dengan karya sastra lain.

v  Keempat, kekhasan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya bisa dilihat pada diri sastrawannya. Hubungan antara sastrawan dan pembaca juga bisa berupa hubungan yang muncul akibat sikap dan pandangan sastrawan terhadap pembaca. Selain muncul dalam sikap sehari-hari sikap terhadap pembaca tampak pada karya sastranya.
·    Ada sastrawan yang mengajak, mendikte, atau bersikap menggurui pembaca. Sastrawan beranggapan bahwa pembaca itu bodoh sehingga perlu bimbingan. Keadaan ini mungkin berhubungan atau berasal dari hubungan tukang cerita (tradisional) yang mempunyai pengetahuan yang banyak dari pada masyarakatnya.·         Ada sastrawan beranggapan pembaca adalah orang yangtidak tahu atau kurang tahu tapi tidak perlu digurui. Dalam karya sastranya, sastrawan tersebut akan melemparkan masalah kepada pembaca dengan alternatif pemecahannya. Keadaan semacam itu tampak pada karya tulis.·     Ada sastrawan beranggapan bahwa pembaca adalah orang bijak. Pembaca sudah dianggap mampu menentukan sendiri keputusan dari permasalahan yang diajukan sastrawan. Dalam karya sastra, sastrawan biasanya
 
menyerahkan penyelesaina dari suatu permasalahan kepada pembaca. Hal ini, antara lain, tampak pada karya sastra yang diakhiri open ending, penyelesaian akhir yang terbuka.
v  Pandangan pembaca trhadap satrawan atau karya sastranya juga memengaruhi sikap dan tindakan pembaca.
·         Pembaca yang berbeda pendapat, ideology, atau pandangan denagan sastrawan akan sulit menerima apa yang dikemukakan oleh sastrawan. 
·         Pembaca akademis akan bisa bersikap merendahkan bila Ia memandang sastrawan itu gagal dalam karya sastranya. Kritikus bisa bersikap hormat bila ia memandang sastrawan berhasil dalam karya sastranya. Pembaca akan berusaha untuk memahami atau bahkan mengikuti apa yang disarankan oleh sastrawan bila ia adalah pujaan pembaca.
v   Hubungan ini masih bisa diperluas sesuai dengan kekhsussan variabel yang mempengaruhi sikap dan pandangan sstrawan terhadap pembaca dan sebaliknya.
Dalam hubunganya dengan karya sastra yang ditawarkan oleh sastrawan, pembaca dapat saja menggunakan asas- asas tafsiran lokal dan analogi. Asas tafsiran lokal ini memberikan pentujuk kepada pendengar atau pembaca agar tidak  membentuk konteks yang lebih luas dari yang lain ia perlukan untuk sampai kepad suatu tafsiran. Asas analogi adalah salah satu heuristik mendasar yang dianut oleh pembaca dan penganalisis untuk menentukan tafsiran- tafsiran dengan mempertimbangkan konteks. Mereka menbahwa menganggap bahwa segala sesuatu akan tetap seperti sebelumnya jika mereka tidak diberi peringatan tertentu bahwa suatu aspek tertentu telah berubah (brown, Yule, 1996: 58-65). Asas ini mengharuskan pendengar atau pembaca menginterprestasikan suatu wacana seperti yang telah diketahui sebelumnya, kecuali apabila ada pemberitahuan bahwa sebagaian dari wacana itu diubah (Kartomihardjo, 1993:29). Wacana ditafsirkan dari sudut pengalaman dengan wacana serupa dimasa lampau, melalui analogi dengan teks- teks serupa sebelumnya. Pengalaman sebelumnya yang relevan, bersama dengan asas tafsiran lokal, akan mendorong pendengar atau pembaca ntuk berusaha menafsirkan ujaran- ujaran yang berurutan sebagai berhubungan dengan topic yang sama. Pembac juga melakukan proses inferens. Inferns adalah usaha menarik kesimpulan untuk dapat menafsirkan ujaran- ujaran atau hubungan antar ujaran (brown dan Yule, 1996).
2.3. Pandangan Ahli Terhadap Pembaca Sastra
Seperti yang diketahui bahwa sebelumnya, bahwa pembaca mempunyai kedudukan yang penting. itulah sebabny, dalam bidang studi sastra, ada bidang kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca. Kajia semacam ini disebut pendekatan pragmatik.  Berikutini akan diuraikan secara singkat pendadpat para ahli- ahli tersebut mengenai pembaca.
·         Gerald prince ( dalam selden, 1985:  109-110) mengemukan teorinya tentang narrate (orang yang diceritai). Narrate adalah orang yang kepadanya pencerita menyampaikan wacananya. Narrate berbeda dengan pembaca. Pencerita mengkhususkan narratee berdasarkan jenis kelamin, kelas, situasi, ras atauumur, sedangkan pembaca yang nyata dapat atau tidak dapat bersamaan dengan narrate. Princemembedakan narrate dengan pembaca yang sebenarnya ( pembaca yang dipikirkan penulis ketika mengembangkan  ceritanya) dan pembaca ideal (pemabaca sempurna berwwawasan yang mengerti setiap gerak penulis).
·         Menurut Husserl,objek penelitian filosofis yang sebenarnya adalah  isi kesadaran kita dan bukan objek dunia. Dalam teori sastra,pendekatan ini tdak mendorong keterlbatan subjktif yang murni untuk struktur mental kritis,tetapi suatu tipe kritis sastra yang mmencoba masuk dunia.karya seseorang penulis dan sampai pada suatupengertian tentang alalm dasar atau inti sari tulisan itu sebagaimana tampak pada kesadaran kritikus.Derrida menganggap jenis pemikiran ini bersifat logosentrik karena menduga bahwa arti dipusatkan pda subjek trancendental (pengarang) dan dapat di pusatkan kembali pada subjek lain (selden, 1985:110_111).
·         Menurut martitn Heidegger kesadaran kita memproyeksikan benda_benda dunia dan juga pada waktu yang sama di tundukan dunia olh kodrat keberadaannya yang sebenarnya di dunia.oleh karena itu,pemikiran kita selalu dalam sebuah situasi danselalu bersifat sejarah meskipun secara sejarah tidak bersifat eksternal dan social,melainkan bersifat personal dan berada di dalam.Hans_george gadamer menerapkan bahwa pendekatan situasional Heidegger dan teori sastra.gadamermenegaskan bahwa sebuah karya sastra tidak muncul kke dunia sebagai berkas arti yang selesai dan terbungkus rapi.arti bergantung pada situasi kesejarahan (selden,1985_111_112)
·         Menurut stanly fish mengemukakan  pendapatnya dalam pengalaman pembaca.selain mendukung fish,jonatan culler mengkritiknya.menurut culler,seorang pembaca adalah seorang yang memiliki kompetensi lingustik(pengetahuan sintatik dn simantik) yang di perlukan untuk membaca.
·         Menurut jonathan culler suatu teori pembaca  harus mengungkapkan operasi penafsiran yang di pergunakan pembaca.pembaca yang berbedaakan menghasilkan tafsiran yang berbeda.culler mengakui bahwa konvensi yang dapat di terapkaan pada suatu genre tidak dapt di terapkan kepada yang lain dan konvensi penafsiran akan berbeda dari suatu priode ke priode yng lain(sellden 1985:120_122)
·         Menurut Michael riffaterre mengemukakan pentingnya kompetensi sastra bagi pembaca dalam memahami karya sastra kususnya puisi,untuk menghadapi ketidak gramatikalan dalam puisi.meski riffaterre setuju dngan kaum formalis rosia dalam memandang puisi sebagai sebuah pengguna bahasa yang kusus.bahasa umumnya praktis dan di gunakan menunjuk sesuatu jenis kenyataan,sedangkan bahasa puitik berpusat pada pesan sebagai suatu tujuan dirinya sendiri (selden 1985:117_120).
·         Menurut wolfgang iser (dalam salden ,1985) membagi pembaca atas pembaca implisit dan pembaca nyata.pembaca implicit adalah pembaca yang di ciptakan sendiri oleh teks untuk dirinya dalam menjdi jaringan kerja struktur yang mengundang jawaban,yang mempengaruhi kita untuk membaca dengan cara tertentu.pembaca nyata adlah pembaca yang menerima citra mental tertentu dalam proses pembacanya.

BAB III
PENUTUP

              3.1.    Simpulan

1.      Pembaca (Pembaca Karya Sastra) merupakan audiens yang dituju oleh pengarang dalam menciptakan karya sastranya. Dalam hubungannya dengan masyarakat pembaca atau publiknya, menurut Wellek dan Warren (1994)
2.       Pembaca memiliki kedudukan yang sangat penting dalam karya sastra. pembaca dapat dikatakan sebagai raja pada kegiatan produksi sastra. Dalam dunia sastra, penulis-karya-pembaca merupakan mata-rantai dalam menggerakkan perkembangan dunia sastra. Setiap pembaca memiliki pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda, karena teks sastra merupakan kajian interpretasi. Selain itu, pembaca merupakan ‘juri’ dalam menilai suatu karya. Bayangkan, jika tidak ada yang membaca karya sastra, fungsi sastra tidak memiliki peran pada karya.
3.       Hubungan sastrawan dengan pembaca adalah hubungan timbal balik. Dalam hal ini terdapat hubungan interaksi komunikasi secara tidak langsung antara pengarang dan pembaca. bahkan Jika dikaji lebih mendalam terdapat ikatan-ikatan yang bersifat mutlak antara pengarang dan pembaca, baik dari segi psikis, spiritual dan sosiologis. Serta hubungan emosional dalam rangka mengungkap hal-hal tersebunyi didalamnya sehingga karya sastra tersebut dapat diterima dan dapat pula menunjukkan perannya di tengah-tengah masyarakat (sosial).
4.      Sosiologi pembaca Yaitu memasalahkan seberapa jauh karya sastra itu memiliki pengaruh terhadap masyarakat, khususnya pembacanya, dan seberapa jauh pembaca, masyarakat itu, terpengaruh oleh karya sastra yang dibacanya.
Di samping itu, (Watt, via Damono, 1979). Berpendapat bahwa Sosiologi Pembaca “juga mengkaji fungsi sosial sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial”.
Fungsi dan tujuan seorang penyair dalam masyarakat, yaitu “berguna dan memberi nikmat, ataupun sekaligus menyatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan”, yang dikenal dengan istilah Utile dan Dulce. Apa yang dikemukakan oleh Horatius tersebut kemudian menjadi dasar perkembangan teori pragmatik, dan resepsi sastra.
            3.2   Saran

            Pembaca yang baik adalah pembaca yang tidak hanya sekedar membaca. Tapi mampu mengungkap hal tersembunyi dalam karya sastra. Sehingga kemunculan karya sastra tersebut lebih bermakna serta memberikan manfaat yang bersifat membangun terhadap masyarakat secara umum.



      DAFTAR PUSTAKA
·         SISWANTO, WAHYUDI, KOEKHAN. 1991.TEORI KESASTRAAN.                     MALANGOPF IKIP MALANG
·         SELDIN, RAMAN.1985. A READERS GUIDE TO CONTEMPORARY( ITERAPY THEORY)  THE HARVESTER PRESS
·         ZOEST, AART VAN. 1990.FIKSI DAN NON FIKSI DALAM KAJIAN SEMIOTIK. TERJEMAHAN MANOEKAMI,SARDJOE, JAKARTA: INTERMASA
·         KARTOMIHARDJO, SOESENO.1992.”ANALISIS WACANA DAN PENERAPANNYA”. PIDATO PENGUKUHAN GURU BESAR IKIP MALANG. MALANG: IKIP MALANG
·         TEEW, A. 1983. MEMBACA DAN MENILAI SASTRA. JAKARTA: GRAMEDIA
·         YUNUS, UMAR.1985. RESEPSI SASTRA: SEBUAH PENGATAR. JAKARTA: GRAMEDIA
·         SISWANTO, WAHYUDI.2008, PENGANTAR TEORI SASTRA. JAKARTA: PT GRASINDO



REBA MANGGARAI